Jurnal- Montessori - Agustina Prasetio

info@semarang2000.com

Jurnal

"Dari mana harus memulai suatu karya?"

20 April 2020

Stay Home



 

Tepatnya sudah satu bulan lebih Italia berada dalam situasi ?karantina nasional?. Kesibukan yang biasanya saya lalui dengan banyak di jalan keliling eropa, tiba-tiba harus berhenti total dan saya merasa dirumahkan dan tidak tahu harus berbuat apa dan mulai melakukan apa??
 

Saya sudah membaca beberapa buku untuk mengisi kesenggangan hari-hari saya. Buku-buku yang sudah lama saya beli dan menghiasi lemari buku saya, mulai saya bolak balik dan saya pilih untuk saya baca sebagai pengisi waktu yang senggang selama dirumahkan. Anehnya saya merasa tetap ada sesuatu yang kosong dalam hidup saya dan kekosongan itu tidak ada hubungannya dengan soal kebebasan dalam melakukan kegiatan di rumah. Melahap berita-berita dari media sosial, meluruskan berita-berita hoax dari group teman-teman membuat hari-hari berlalu dengan cepat dan menguras perhatian. Waktu 24 jam lewat dengan mudah sekali.
 

Pagi hari sambil menyeruput kopi susu, saya membuka telpon selular yang sudah penuh dengan pertanyaan-pertanyaan dan permintaan klarifikasi dari teman-teman di group tentang situasi COVID19 di Italia. Kebetulan Italia adalah negara eropa pertama yang melakukan karantina nasional dan memiliki angka kematian akibat COVID19 tertinggi di eropa. Kegiatan menverifikasi berita, video dan foto-foto sudah menyita seluruh pagi saya. Selain pekerjaan rumah rutin dan sedikit pekerjaan kantor, sore hari bila masih tersisa waktu saya gunakan untuk membaca buku.
 

Kembali saya merasa ada yang kosong yang membekas di pikiran saya. Saya sudah menghabiskan beberapa buku tentang kehidupan tetapi tetap perasaan kosong dan aneh bersliweran terus. Saya harus memulai suatu karya, tapi dari mana saya harus memulainya?? Waktu yang begitu banyak yang hampir tidak pernah saya miliki dalam hidup ini tiba-tiba terasa seperti saya hamburkan dan saya sia-siakan tanpa membuahkan suatu karya yang benar-benar bermanfaat bagi banyak orang.
 

Sejenak saya termenung ?.
 

Tiba-tiba pikiran saya melayang pada pertemuan terakhir saya di bulan Februari lalu dengan Mba Emmy, editor saya dari Penerbitan Kanisius yang selalu saja rajin menyemangati saya agar tidak hilang fokus dalam berkarya di bidang pendidikan dan membagikan ilmu Montessori yang sudah lama saya pelajari. Mba Emmy menyampaikan ke saya sebagai berikut :?Bu Tina itu kan sudah ahlinya dan tinggal di tempat lahirnya pendekatan Montessori serta memiliki banyak sumber, mengapa tulisannya tidak dilanjutkan? Kita di Indonesia ini amat sangat membutuhkan terobosan di bidang pendidikan?.
 

Memang cita-cita untuk membuat gerakan Montessori di Indonesia masih ada di dalam diri saya. Namun saya tidak tahu harus memulai dari mana? Berkeliling mengajar tidak mungkin. Kembali menulis buku? Sepertinya hanya akan bisa dilakukan pada masa karantina, bila masa karantina di Italia selesai saya harus kembali ke pekerjaan rutin saya, buku itu akan terbengkelai lama nantinya. Realitanya sudah tiga tahun terakhir saya tidak pernah lagi memusatkan perhatian saya pada pendidikan meskipun saya selalu antusias bila diajak berbicara tentang pendidikan. Buku saya tentang ?sejarah Pendekatan Montessori? yang diterbitkan oleh Kanisius di tahun 2013 yang seharusnya ada kelanjutannya sepertinya terpaksa berhenti hingga di situ. Tidak ada kisah lanjutannya dengan alasan tidak memiliki lagi waktu untuk menulis.
 

Kendala utama selalu waktu! Saat ini saya memiliki banyak waktu tetapi kalau saya memulai menulis suatu buku saya khawatir tulisan itu tidak akan bisa saya lanjutkan bila pandemi corona virus berlalu. Saya harus bisa menemukan suatu metode membagikan pengetahuan tanpa menguras terlalu banyak waktu dan perhatian sehingga bila situasi sudah kembali normal saya masih tetap bisa secara konsistensi dan disertai komitmen menuliskan apa saja yang saya ketahui tentang Montessori. Setelah menimbang beberapa saat sepertinya cara termudah adalah membuat jurnal harian tentang apa yang sedang saya pikirkan atau tentang apa yang hendak saya bagikan kepada siapa saja yang berminat dengan tulisan saya ini, khususnya yang berhubungan dengan pendekatan Montessori.
 

Bagi para pendidik atau orang tua yang telah mengenal pendekatan Montessori, jurnal yang saya tulis ini lebih ditujukan untuk menambah wawasan saja bukan sebagai buku ?album? panduan mengajar dengan pendekatan Montessori. Jurnal saya tulis lebih untuk menuangkan gagasan, pendapat dan pemikiran saya berdasar pemahaman saya tentang pendekatan Montessori. Bagi pendidik atau orang tua yang baru mengenal tentang Montessori bisa memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar praktis dan sederhana agar lebih mudah memahami pendekatan Montessori.
 

Saya tidak tahu apakah tulisan dalam jurnal saya akan membahas pendekatan Montessori saja atau bisa berkembang dengan hal-hal lain yang berhubungan dengan pendidikan. Paling tidak ini adalah titik dimana saya hendak membagikan apa yang saya ketahui dan sudah saya pelajari kepada siapa saja yang membutuhkan dan berminat.
 

salam
Agustina Prasetyo

Wanita itu bernama Maria Montessori”

21 April 2020

Wanita itu bernama Maria Montessori

Minat saya memahami metode pendidikan berawal saat saya mendapat kesempatan berkunjung ke Australia. Saya mengamati metode pengajaran anak-anak prasekolah dan taman kanak-kanak hingga sekolah dasar di Australia berbeda sekali dengan metode yang digunakan di Indonesia. Di Indonesia waktu itu anak sekecil apapun sudah diberikan pekerjaan rumah yang banyak dengan alasan berlatih di rumah dan konsep bermain tidak begitu tampak pada pendidikan pra sekolah maupun taman kanak-kanak, apalagi di sekolah dasar. Dari diskusi dengan pihak sekolah yang saya kunjungi mereka menjelaskan metode yang mereka gunakan adalah pendekatan pengajaran dengan nama pendekatan ABC. Pendekatan ini sangat populer di Australia. Para guru untuk mendapatkan hasil maksimal dari apa yang sudah diajarkan ke siswa wajib memahami teknik ABC atau situasi awal (A= antacedent), perilaku (B=behaviour) dan konsekuensi (C=consequences). Seingat saya dasar pendekatan ini lebih berorientasi pada siswa secara individual bukan secara klasikal seperti di Indonesia.
 

Begitu saya menyelesaikan kuliah saya di fakultas psikologi dan memulai berprofesi sebagai psikolog semakin besar minat saya untuk mempelajari tentang pendekatan pendidikan serta perkembangan manusia secara umum khususnya perkembangan anak dari lahir hingga usia lima tahun. Beruntung saya mendapatkan kesempatan mengamati perkembangan anak dari lahir hingga usia lima tahun pada suatu klinik bersalin di Semarang. Pada saat itu saya mulai mengenal nama Montessori. Saya sangat tertarik pada pendekatan Montessori karena saya pikir pendekatan ini merupakan pendekatan holistik yang memberikan dasar baik bagi perkembangan manusia. Manusia tidak dilihat sebagai satu entitas dengan satu ketrampilan saja melainkan suatu aspek menyeluruh yang harus dikembangkan secara maksimal agar bisa menjadi manusia dewasa dan pendidikan itu bisa dimulai dari saat lahir. Apa yang saya baca tentang pendekatan Montessori ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengamatan yang sedang saya lakukan di klinik bersalin tempat saya berkarya sebagai seorang psikolog muda.
 

Selanjutnya saya mencari informasi tentang pelatihan pendekatan Montessori. Dari informasi yang saya temukan (perlu diketahui era itu internet belum secanggih saat ini, mas google belum juga lahir di semua penjuru dunia seperti saat ini) dari media cetak luar negeri saya temukan informasi pelatihan pendekatan Montessori mayoritas berasal dari Inggris karena itu saya pikir tokoh Montessori ini adalah wanita yang berasal dari Inggris apalagi pusat-pusat pelatihan pendekatan Montessori waktu itu banyak yang ditemukan di Inggris dan pelatihan pendekatan Montessori di negara tetangga seperti Singapura juga berafiliasi dengan institusi yang berasal dari Inggris.
 

Singkat cerita pada saat saya berhijrah ke Italia tepatnya tinggal di kota Roma, barulah mata saya terbuka bahwa Montessori dengan nama lengkap Maria Montessori itu adalah seorang tokoh wanita penting di Italia yang dilahirkan di Chiaravalle, sebuah kota di wilayah Ancona pada tanggal 31 agustus 1870 dan sejak berusia lima tahun juga diajak berhijrah ke kota Roma oleh kedua orang tuanya. Bagaikan pepatah 'pucuk dicinta ulam tiba' keinginan mengenal Montessori dan metode pendekatannya tidak perlu lagi saya cari di tempat yang jauh. Di kota ini saya tinggal dan di kota ini pula Maria Montessori mengawali perjuangan, penelitian, eksperimen dan mencanangkan reformasi sistim pendidikan dari Italia hingga ke seluruh penjuru dunia.
 

Maria Montessori menurut saya sebagai tokoh wanita yang unik, heroik, peka terhadap misi hidupnya dan luar biasa kecerdasannya. Membaca dan mengikuti perjalanan hidup Maria Montessori dari buku tulisan Rita Kramer1 berjudul “Maria Montessori: A Biography” tampak sekali sejak kecil Maria Montessori selalu berpemikiran berbeda dari anak-anak seusianya. Sikapnya yang selalu melawan arus sering membawa Maria sebagai wanita sering diancam dengan mitos gender. Sebagai wanita keturunan bangsawan dari kelompok Marchese yang terkenal akan kelebihan intelektualnya Maria oleh ayahnya sering digiring untuk tidak perlu memiliki cita-cita tinggi, bersekolah tinggi sebab secara strata ekonomi hidupnya sudah amat sangat terjamin apalagi Maria adalah anak semata wayang. Ayahnya bahkan berharap Maria hanya masuk ke sekolah pendidikan guru saja sambil menunggu kedewasaannya untuk berkeluarga dan menjadi ibu rumah tangga seperti umumnya wanita bangsawan lain.
 

Saat Maria mulai menyukai belajar muncul minatnya yang sangat besar pada ilmu matematika oleh karena itu dengan merajuk kepada ibunya Maria meminta untuk didaftarkan ke sekolah teknik bukan ke sekolah pendidikan guru. Dari situlah perjuangan Maria sebagai wanita yang harus hidup bersaing dengan kaum lelaki dimulai dan dari pengalaman-pengalaman sering dilecehkan oleh teman-teman sekelasnya menjadikan Maria memiliki pribadi yang kuat dan peka akan persamaan hak dan emansipasi sebagai wanita. Saat memahami misi hidupnya Maria menjadi pejuang yang tak kenal lelah dan tidak pernah memiliki rasa takut meski ada kalanya dia juga merasa tidak sanggup melawan arus terus menerus dan menjadi berbeda sendirian. Pada saat situasi itu datang sering di hadapan Maria muncul suatu pemandangan yang menyentuh jiwanya yang paling dalam sehingga Maria merasa dikuatkan untuk bertahan dalam panggilan hidupnya. Di sinilah saya menjadi kagum atas ketegaran hati seorang wanita yang bernama Maria Montessori meski jalannya berliku dan tidak mudah, dia tidak pernah berputus asa dan mengeluh.
 

Keputusan Maria menjadi seorang dokter sebenarnya juga bukan sebuah keputusan yang populer dan sekali lagi tidak didukung oleh ayahnya. Tetapi keteguhan Maria dan keberhasilannya menjadi lulusan wanita pertama dari Universitas “La Sapienza” Roma dengan predikat terbaik, mampu meluluhkan hati sang ayah sebaliknya Alessandro Montessori menjadi bangga atas apa yang sudah dicapai oleh anak semata wayangnya itu.
 

Karier sebagai dokter tidak membuat Maria terlena, secara ekonomi Maria menjadi mandiri dan kecerdasan serta popularitasnya membuat Maria dilibatkan pada banyak penelitian khususnya yang berhubungan pada anak-anak tunagrahita. Minatnya yang semakin berkembang dan kuat untuk memahami ilmu pendidikan dan psikologi eksperimen untuk anak-anak membuat Maria meninggalkan profesinya sebagai dokter. Suatu keputusan yang mengejutkan baik bagi keluarga dan teman-teman seprofesinya!! Tuhan sungguh baik pada saat dia memutuskan untuk meninggalkan profesinya sebagai dokter dan ingin berkonsentrasi penuh pada pendidikan anak melalui penelitian dan eksperimen Maria mendapatkan tawaran tempat untuk membuka “casa dei bambini” atau “children house” atau “rumah untuk anak-anak” yang pertama pada tanggal 6 Januri 1907. Tepatnya di Via dei Marzi no. 53, daerah San Lorenzo, Roma. Tentu saja tempat bersejarah yang menggemparkan masyarakat dunia dengan sebutan “anak ajaib” ini tidak luput dari kunjungan saya.
 

Selain “casa dei bambini” yang kemudian tersebar hampir di seluruh eropa, asia lewat India dan amerika ada satu tempat yang tidak luput juga dari kunjungan saya yaitu Opera Nazionale Montessori (ONM). Di tempat inilah saya mempelajari pendekatan Montessori untuk anak usia 0 hingga 3 tahun. ONM adalah asosiasi yang menjadi wadah pelatihan pendekatan Montessori pertama yang dibentuk oleh Maria Montessori atas kesepakatan dengan Mussolini pada tahun 1924. Hanya saja karena misi mereka tidak sejalan, Montessori meninggalkan asosiasi ini dan pada tahun 1929 pada saat “Kongres Montessori” di Copenhagen mencanangkan suatu asosiasi baru bersama anak semata wayangnya Alessandro Montessori dengan nama Association Montessori Internationale (AMI). Sementara ONM atas dukungan dari pemerintah Italia sebagai bagian dari sejarah ditata ulang pada tahun 1987 hingga sekarang menjadi asosiasi resmi pelatihan pendekatan Montessori bersama dengan AMI dan asosiasi-asosiasi Montessori lain di dunia.
 

Maria Montessori tidak pernah mengatakan bahwa pendekatan yang dibuatnya sebagai suatu penemuan “metode pendidikan” melainkan sebagai “pendekatan yang membantu mengembangkan kepribadian manusia untuk mencapai kemandiriannya”2. Oleh karena itu mendidik anak-anak artinya mendidik manusia sesuai tugas-tugas perkembangannya tanpa mengubah kepribadian manusia itu.

salam

 

1 Kramer, R. (1988). Maria Montessori: A Biography. Massacusetts:Addison-Wesley Publishing Company, Inc

2 Montessori, M. (2007). The Formation of Man. The Montessori Series: Montessori-Pierson Publishing Company, Amsterdam, The Netherlands.